Oleh : Laurensius Arliman S
Kepala Bidang Pemerintahan dan Konstitusi PP Pemuda Katolik
“Honeste vivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere”. Adagium hukum alam tersebut apabila diterjemahkan berarti “berkatalah yang jujur, janganlah merugikan (menyakiti) orang lain, dan berikan orang lain yang merupakan hak nya.
Hal ini menjadi prinsip dasar bagi para penegak hukum dan para sarjana hukum pada umumnya dalam menjalankan kewajibannya sehari-hari, dan pedoman untuk mencapai suatu “kepastian hukum yang adil”
Keadilan telah menjadi suatu hak asasi manusia yang wajib dihormati dan dijamin pemenuhannya dalam UUD 1945. Dalam Pasal 28D ayat (1) tercantum bahwa: “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
Dasar itulah pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil bagi setiap orang tanpa membedakan suku, agama atau kedudukan derajat hidupnya, termasuk orang yang tidak mampu, untuk mendapatkan akses terhadap keadilan agar hak-hak mereka atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum dapat diwujudkan dengan baik.
Access to Justice = Equality Before The Law
Penegakan prinsip keadilan sebagai salah satu ciri dari negara hukum dapat diwujudkan melalui pemenuhan akses terhadap hukum yang menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pencapaian keadilan sosial bagi rakyat Indonesia harus didukung dengan keberadaan sistem hukum yang dapat diakses oleh semua orang dari berbagai kalangan dan sistem hukum seharusnya dapat menghasilkan ketentuan maupun keputusan yang adil bagi semua kalangan, baik secara individual maupun kelompok.
Lebih lanjut Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Kata “dipelihara” tidak hanya diberi kebutuhan sandang dan pangan, akan tetapi juga akses pada keadilan berupa pemberian bantuan hukum.
Tujuan akhir dari hal ini, adalah terwujudnya suatu masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, serta bahagia dengan tidak membedaka-bedakan orang di mata hukum.
Dengan kata lain, prinsip equality before the law selain mengandung arti persamaan kedudukan di muka hukum sebagai akses keadilan yang nyata.
Hal ini juga menjadi posisi dan kedudukan seseorang didepan hukum ini menjadi sangat penting dalam mewujudkan tatanan sistem hukum serta rasa keadilan masyarakat kita.
Bantuan Hukum Adalah Akses Keadilan
Ada tiga bentuk bantuan hukum yaitu konsep bantuan hukum tradisional, konsep bantuan hukum sturktural dan konsep bantuan hukum konstitusional. Konsep paling dinamis adalah konsep bantuan hukum konstitusional karena yang memberikan bantuan hukum bukan lagi advokat atas dasar belas kasih atau mahasiswa/para legal, melainkan negaralah yang menjadi prakarsa atau pemberi bantuan hukum kepada seluruh masyarakat seperti yang diamanatkan dalam amanat konstitusi UUD 1945.
Atas hal itu lahirlah Undang Undang Nomor 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum lahir, untuk lebih menjamin pelaksanaan hak atas bantuan hukum melalui UU Advokat dan UU Kekuasaan Kehakiman yang selama ini kurang memadai guna memastikan pemenuhan akses keadilan kepada masyarakat dan jaminan persamaan dimuka hukum bagi masyarakat miskin.
Pengaturan tersebut untuk melengkapi bukan menghapus konsep probono publico yang telah diterapkan dengan konsep legal aid.
Pengaturan tanggung jawab negara dalam bantuan hukum ini menunjukkan bahwa pemenuhan hak atas bantuan hukum pada dasarnya adalah hak konstitusional yang pemenuhannya adalah tanggung jawab negara yang tidak lain adalah untuk menjawab realitas kebutuhan bantuan hukum bagi masyarakat.
Pemberian bantuan hukum dari lembaga bantuan hukum, mempunyai manfaat besar bagi perkembangan pendidikan penyadaran hak-hak masyarakat yang tidak mampu agar mereka dapat mengakses keadilan dengan baik, serta perubahan sosial masyarakat ke arah peningkatan kesejahteraan hidup dalam semua bidang kehidupan berdasarkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.*