Atasi Stunting: Pemuda Katolik Soroti Minimnya Komitmen Pemda

Ad Widget
Sekretaris Jenderal Pemuda Katolik, Johannes S.M Sitohang

Jakarta – Presiden Joko Widodo sangat menyayangkan kalau anggaran negara baik pusat dan daerah tidak digunakan secara produktif. Menurutnya, penggunaan anggaran yang demikian semakin menjauhkan target menuju Indonesia Emas 2045.

Jokowi memberi contoh anggaran penanganan stunting. Sekitar 80 persen dari anggaran tersebut ternyata hanya dihabiskan untuk perjalanan dinas, honor, dan rapat.

“Contoh anggaran stunting Rp. 10 miliar. Coba lihat untuk apa anggaran sebesar itu. Jangan bayangkan untuk beli telur, susu, protein, sayuran. APBD 10 miliar untuk stunting ternyata untuk perjalanan dinas 3 miliar, rapat rata-rata 3 miliar, penguatan dan pengembangan macam-macam 2 miliar. Untuk beli telur, gak ada sampai 2 miliar. Kalau gini, kapan stuntingnya selesai?”, ujar Jokowi saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2023 di Jakarta, Rabu, (14/6/2023).

Menanggapi situasi ini, Pemuda Katolik angkat bicara. Sekretaris Jenderal Pemuda Katolik, Johannes S.M Sitohang mengatakan Pemuda Katolik sangat mendukung produktivitas penggunaan anggaran stunting. Pemuda Katolik meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengarahkan pemerintah daerah dan pusat agar menggunakan anggaran dengan konkret sehingga hasilnya positif.

“Kami setuju dengan Presiden bahwa program produktif harus 80 persen dan 20 persen lainnya untuk honor, perjalan dinas, rapat. Maka BPKP harus mengawal dan mengawasi penggunaan anggaran ini agar distribusi belanja anggaran terukur,” sebut Joe.

Menurutnya, Pemuda Katolik saat ini sudah bangun sinergitas dengen BKKBN guna memerangi stunting dan menciptakan Keluarga Berkualitas lewat kegiatan pembangunan keluarga, kependudukan, dan Keluarga Berencana.

Di beberapa daerah, kader Pemuda Katolik sudah berkolaborasi dengan BKKBN. Di Timika, Pemuda Katolik kolaborasi dengan Komisi IX DPR RI ajak masyarakat turunkan stunting, beberapa Komda sudah audiensi dan teken MoU program pendampingan keluarga dengan BKKBN seperti di Sulawesi Selatan, Papua Barat, Kalimantan Selatan, DKI Jakarta. Ada juga sosialisasi program Bangga Kencana sebagai edukasi peningkatan kualitas SDM masyarakat Katolik khususnya ibu, anak dan remaja. Termasuk di beberapa sekolah, Pemuda Katolik hadir bentuk Pusat Informasi Konseling Remaja guna melatih kesadaran akan pentingnya kesehatan reproduksi dan perencanaan keluarga.

Sebagaimana diketahui bahwa target Presiden Jokowi untuk prevalensi balita stunting di Indonesia harus 14 persen di tahun 2024. Sementara data terakhir dari Kementerian Kesehatan tingkat penurunan stunting nasional masih diangka 21.6 persen.”Dalam penurunan stunting, pemerintah perlu kolaborasi dengan banyak instansi dan Ormas sehingga target yang diharapkan Presiden bisa tercapai,” harap Joe.

Saat ini perhatian Pemuda Katolik untuk penurunan stunting sudah berjalan di beberapa daerah. Di NTT, misalnya sebagai basis masyarakat Katolik juga menempati posisi teratas dengan angka balita stunting sebesar 35.3 persen; atau di Kalimantan Barat di angka 27.7 persen; serta Papua Barat, 30 persen.

Bagi Joe, program-program ini, tidak dibuat tiba-tiba tetapi sejalan dengan hasil Rakernas di Sulawesi Utara tahun 2022 dan hasil evaluasi Rapimnas I Pemuda Katolik di Pekanbaru akhir Mei 2023. Bahwa isu stunting menjadi perhatian besar. Di hadapan Menko PMK Prof. Muhadjir Effendy yang hadir membuka Rapimnas, Pemuda Katolik berkomitmen menetapkan stunting sebagai isu serius dan menjadi fokus perhatian Pemuda Katolik. “Menko PMK menyambut baik program Pemuda Katolik ini dan ajak kader bersinergi atasi stunting,” ungkap Joe.

Lanjutnya, sebagai organisasi masyarakat, Pemuda Katolik sangat siap berkolaborasi dengan pemerintah untuk tekan angka stunting nasional. Maka butuh dukungan pemerintah dalam hal pendanaan program kerja.

“Seluruh kader Pemuda Katolik berkomitmen tinggi menguatkan pondasi SDM masyarakat Indonesia. Sebab stunting itu bukan hanya urusan tinggi badan anak, tapi perlu diwaspadai adalah menurunnya kemampuan belajar anak, keterbelakangan mental, dan munculnya penyakit-penyakit kronis lainnya,” demikian Joe.*

Related Posts

Ad Widget

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *