Nusantaraaktual.com, Jakarta, Senin (27/05/2024) Forum Komunikasi Alumni Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (FORKOMA PMKRI) sangat mengapresiasi keputusan Universitas Muhammadiyah Maumere, NTT (UMM) yang menerima pembayaran uang kuliah mahasiswa diganti dengan hasil bumi. Kemungkinan berlaku bagi para mahasiswa dari keluarga tidak mampu.
Bagi FORKOMA, keputusan Rektor UMM, Erwin Prasetyo tersebut merupakan upaya dari keterlibatan institusi pendidikan dalam mewujudkan amanat UUD 1945 dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang termuat dalam pembukaannya. Demikian ditegaskan Ketua Umum FORKOMA Hermawi Taslim di Jakarta, Senin (27/05/2024).
Pembayaran uang kuliah diganti dengan hasil bumi ttercetus pada tahun 2018. Pada saat itu ada seorang mahasiswa yang mengeluh tidak mampu membayar biaya kuliah. Karena keluarganya kekurangan uang tunai. Meskipun panenan hasil kebun banyak, tetapi hasil bumi itu tidak dapat dijual dengan harga layak dan ini berimbas pada kesulitan uang tunai untuk membayar kuliah.
Keputusan UMM itu, menurut Hermawi Taslim, sangat kontroversial tetapi bersifat sangat solutif. Kontroversial mengingat bahwa pada saat ini pemerintah masih melakukan kajian tentang skema pinjaman pendidikan bagi mahasiswa terkait dengan tingginya biaya Pendidikan. Keputusan Rektor UMM Erwin Prasetyo itu dianggap lebih menjanjikan dibandingkan dengan pinjaman berbasis pendapatan sekalipun.
Dalam Pembukaan UUD 1945, jelas Hermawi Taslim, mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu dari tujuan nasional. Selain mencerdaskan bangsa, kesejahteraan umum juga merupakan salah tujuan nasional lainnya. Hanya saja kedua hal ini sering dipisahkan dalam mewujudkannya.
“Keputusan pembayaran uang kuliah dengan hasil kebun sebagaimana yang dilakukan UMM menjelaskan adanya kaitan erat antara kesejahteraan dan kecerdasan bangsa. Para mahasiswa bukannya tidak mampu membayar tetapi orang tua mereka tidak memiliki uang tunai. Yang dimiliki adalah hasil kebun. Hasil kebun tersebut kemudian dijual kepada civitas akademika lainnya termasuk para mahasiswanya. Sehingga dengan menerima pembayaran uang kuliah dengan hasil kebun, UMM telah mengaitkan antara kesejahteraan dan kecerdasan,“ jelas Taslim.
Taslim melihat, karena ekonomi modern, masyarakat melihat hasil kebun bukanlah uang dan pembayaran harus menggunakan uang. Lalu yang terjadi, mereka yang berada di daerah yang jauh dari pusat perekonomian, tidak mampu mewujudkan dua hal seperti yang diamanatkan Pembukaan UUD 1945, yakni kesejahteraan dan kecerdasan.
„Adalah penting jika pemerintah di daerah terutama yang jauh dari pusat perekonomian, ikut membantu urusan pendidikan dengan cara ini. Para orang tua mempunyai hasil kebun, tetapi tidak dapat dijual dengan cepat, sementara kuliah harus menggunakan uang tunai. Akhirnya, karena tuntutan dibayar dengan uang tunai, orang tua harus meminjam uang dengan bunga. Menjadikan hal ini tidak sejahtera lagi karena kewajiban mengangsur menggantikan kewajiban membayar kuliah. Sebagai dampaknya, nahasiswa drop out karena tidak mampu membayar, dan keluarga terbelit utang,” jelas Taslim.
Hermawi Taslim, yang juga Sekjen Partai Nasdem ini, melihat bahwa pelajaran yang dapat diambil dengan keputusan Rektor UMM, Erwin Prasetyo adalah, gotong royong. Pada kenyataannya, hasil bumi yang digunakan untuk membayar uang kuliah, dibeli oleh para anggota civitas akademika. Artinya, UMM juga menjelaskan makna gotong royong dalam dunia Pendidikan. Harus seperti itu karena kondisi ekonomi masyarakat memang mengharuskan seperti itu. Ekonomi kecil hidup diantara para mahasiwa.
Oleh Taslim diuraikan lebih lanjut, kalau pemerintah mau, pola seperti ini dapat dilakukan di berbagai daerah yang memiliki kondisi ekonomi yang sama atau lebih parah. Hanya saja, hal yang sederhana ini sering terlupa karena nilai luhur bangsa sudah terkabur dengan nilai-nilai kapitalis. Bangsa ini lupa gotong royong, nilai luhur yang ditanamkan founding father, pendiri negara. Gotong royong tidak hanya untuk satu sektor, seperti membangun rumah. Gotong royong itu berlaku bagi seluruh kehidupan bangsa termasuk Pendidikan dan kesehjahteraan.
“Covid menjelaskan bahwa Pancasila sebagai ideologi, di mana gotong royong sebagai nilai luhurnya adalah sangat tepat. Gotong royong mampu mempercepat pemulihan kondisi ekonomi Indonesia. Negara kita terhitung sebagai negara ketiga dengan pemulihan ekonomi tercepat. Hal itu dimungkinkan karena gotong royong dalam masa pandemi sangat membantu bertahannya ekonomi nasional,” tegas Taslim.
Lebih jauh lagi, bagi Taslim, UMM memberikan contoh bahwa pendidikan itu tidak tersekat-sekat karena agama, keyakinan ataupun suku. Yang diperhatikan, semua anak bangsa memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan. Dunia pendidikan hanyalah sarana bagi anak bangsa untuk mencerdaskan dirinya dan membangun Indonesia di masa datang.