Oleh: Cosmas Eko Suharyanto, Sekretaris Pemuda Katolik Komda Kepulauan Riau, Dosen Institut Teknologi dan Bisnis Indobaru Nasional, Batam
Hasil karya dua seniman Palestina asal Bethlehem, Jonny Andonia dan Faten Nastas Mitwasi bertajuk “Nativity of Bethlehem 2024” secara resmi dibuka oleh Paus Fransiskus pada Sabtu, 7 Desember 2024 lalu di Aula Paulus VI. Patung bayi Yesus, yang terbuat dari kayu zaitun, terbaring di atas buaian berselimutkan keffiyeh, kain motif kotak-kotak warna hitam putih yang identik dengan masyarakat Palestina.
Keffiyeh, yang telah menjadi simbol perjuangan rakyat Palestina, kini melekat pada figur Kristus yang lahir di tanah yang terus dilanda konflik. Simbol ini memberikan pesan universal yang menegaskan bahwa Natal adalah tentang damai sejahtera bagi semua, terutama mereka yang tertindas.
Simbolisme Keffiyeh dan Pesan Solidaritas
Penempatan keffiyeh pada bayi Yesus bukanlah pernyataan politik, melainkan sebuah pesan solidaritas. Keffiyeh, yang melambangkan identitas Palestina, menjadi simbol kemanusiaan yang melampaui sekat agama dan bangsa. Dalam konteks ini, bayi Yesus yang berbalut keffiyeh adalah pesan mendalam bahwa Sang Juru Selamat lahir untuk semua orang, terutama mereka yang tertindas oleh kekerasan dan ketidakadilan, sebagaimana terjadi di Gaza.
Gereja Katolik telah lama memegang prinsip solidaritas sebagai dasar ajaran sosial. Dalam dokumen Gaudium et Spes, Konsili Vatikan II, Gereja menegaskan kegiatan perang, yang menimbulkan penghancuran kota-kota seluruhnya atau daerah-daerah luas beserta semua penduduknya, merupakan tindak kejahatan melawan Allah dan manusia sendiri, yang harus dikecam dengan keras dan tanpa ragu- ragu.
Seruan Gereja untuk Perdamaian
Dalam ensikliknya Fratelli Tutti (2020), Paus Frasiskus menulis, “Perdamaian bukan sekadar tidak adanya perang, tetapi kerja keras untuk keadilan.” Dalam dokumen ini, beliau menekankan pentingnya dialog, solidaritas, dan keadilan sebagai landasan perdamaian sejati. Paus juga mengingatkan bahwa kekerasan hanya menciptakan kekerasan lebih lanjut, dan rekonsiliasi memerlukan keberanian moral.
Dokumen Konsili Vatikan II Nostra Aetate menegaskan penghormatan terhadap semua umat manusia, tanpa memandang perbedaan agama atau keyakinan. Seperti para pendahulunya, Paus Fransiskus menjadi pemimpin agama yang paling vokal dalam membangun hubungan lintas agama, termasuk dukungan untuk rakyat Palestina.
Tindakan Nyata untuk Perdamaian
Paus Fransiskus bukan hanya berbicara, tetapi juga bertindak. Sejak awal kepausannya, beliau telah menjadi advokat perdamaian global, termasuk di Timur Tengah. Lawatan perdananya pada 2014, mengunjungi Israel dan Palestina. Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pidatonya, menyambut intervensi kepausan untuk perdamaian di Palestina. “Kami menyambut setiap inisiatif dari Anda untuk membawa perdamaian menjadi kenyataan di Tanah Suci,” ujar dia.
Pada 16 Mei 2015 Paus Fransiskus menerima kunjungan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Vatikan. Paus menyebut Abbas sebagai “dewa perdamaian” dalam pertemuan tertutup selama 20 menit di Vatikan. Tak berselang lama, 26 Juni 2015, Vatikan dan Palestina, menandatangani perjanjian pertama kedua negara, dua tahun setelah Vatikan secara resmi mengakui Palestina sebagai sebuah negara.
Ketika tahun 2017 Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Paus Fransiskus justru menyerukan dukungan keputusan PBB terkait penghormatan terhadap status quo Yerusalem, menekankan pentingnya kota ini bagi tiga agama besar dunia dan dampaknya terhadap perdamaian di Timur Tengah.
November 2021, Paus Fransiskus kembali menerima kunjungan Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Vatikan. Abbas dan Paus Fransiskus mencatat, “Yerusalem harus diakui oleh semua pihak sebagai sebuah tempat pertemuan (silaturahmi) dan bukan tempat konflik”
Ketika konflik di Gaza meningkat drastis pada Oktober 2023, Paus Fransiskus menyerukan diakhirinya operasi militer yang memakan banyak korban sipil. Ia juga meminta dibukanya akses bantuan kemanusiaan untuk warga Gaza.
Konflik Palestina-Israel adalah salah satu isu kemanusiaan paling kompleks, tetapi juga paling membutuhkan perhatian dunia. Simbol keffiyeh pada bayi Yesus mengingatkan bahwa cinta kasih adalah inti dari ajaran semua agama.
Semoga pesan keffiyeh bayi Yesus ini menggugah hati dunia untuk berani bersama rakyat Palestina yang menderita. Seperti yang dikatakan Paus Fransiskus dalam Fratelli Tutti, “Kita semua adalah saudara.” Seperti Maria, Bunda Yesus, “kita ingin menjadi sebuah “Gereja yang melayani, yang keluar dari rumahnya, bergerak keluar dari bait-bait sucinya, dari sakristinya, untuk mendampingi kehidupan, menopang harapan, menjadi tanda kesatuan untuk membangun jembatan- jembatan, merobohkan tembok-tembok, menabur benih-benih rekonsiliasi”.